Mother Care

Hello Mothers and Pregnants, I just finished listening of book “Empowering the child” and i want to tell you, this book is something especiall, there is written everything and explained in details…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




HAMPIR TELAT

Seseorang mengetuk-ketuk dasrboard mobil dengan tidak tenang, ia melakukan itu karena sudah menjadi kebiasaan saat dirinya sedang dilanda kegelisahan.

Yap, kebiasaan seorang Vanilla Kai sedari kecil memang seperti itu. Kai merasa gelisah karena sudah hampir satu jam ia menunggu sahabatnya untuk berangkat bersama. Kai menunggu seorang Hasta Leviano Aldeon.

Sudah hampir tiga hari Kai dan Hasta selalu berangkat ke sekolah bersama dengan menggunakan mobil Kai. Alasan Hasta menebeng dikarenakan mobil miliknya sedang berada di bengkel. Jujur saja, Kai tidak mempermasalahkan dirinya harus berangkat bersama dengan Hasta terus menerus atau tidak, tapi yang ia takutkan hanya satu hal, berangkat kesiangan.

Hasta sudah jelas menjadi most wanted di sekolahnya dan Kai tidak mau fans Hasta mengetahui kedekatan dirinya dengan Hasta.

Salah satu cara teraman agar bisa berangkat bersama dengan Hasta adalah berangkat pagi sebelum orang-orang berdatangan.

Biasanya Kai dan Hasta sudah tiba di sekolah pukul enam pagi, tetapi untuk hari ini, pukul setengah tujuh mereka belum berangkat sama sekali. Tentu saja itu membuat Kai cemas, bagaimana caranya agar mereka tidak terlihat berangkat bersama dihadapan banyak orang? Belum lagi jarak rumah mereka berdua dengan sekolah tidak dekat, perlu bermacet-macetan terlebih dahulu jika hari semakin siang. Sungguh, Kai harap ia dapat memutar waktu dan meninggalkan Hasta saja.

Kai sudah menelepon bolak-balik Hasta tetapi selalu direject olehnya, karena tidak puas Kai mendatangi langsung ke rumah Hasta. Ternyata anak itu bangun kesiangan dan baru saja masuk kamar mandi pukul enam lewat.

Sungguh membagongkan!. Batin Kai.

Setelah ditunggu-tunggu akhirnya Kai melihat Hasta keluar dengan menggunakan seragam yang dibalut sebuah hoodie hitam, berjalan mengitari mobil hingga tiba disaat Hasta memasuki kursi pengemudi, Kai berpindah ke kursi tengah. Kalau sudah begini, Hasta menebak jika Kai sedang ngambek.

Hasta pun memang tak banyak bicara, ia langsung menjalankan mobil Kai dengan kecepatan sedang. Sesekali Hasta memperhatikan gerak-gerik Kai yang hanya melihat keluar jendela tanpa mau mengajaknya berbicara ataupun basa basi di pagi hari. Sebuah keberuntungan kecil yang mereka dapat, jalanan lancar tanpa macet sekalipun. Hingga pukul 06.48, mereka sudah mendekati parkiran.

Apa kalian berpikir jika mereka memilih salah satu parkiran dari dua sekolah? Tentu tidak. Jika mereka berangkat bersama, mereka memilih untuk memarkirkan kendaraan di parkiran bersama. Dimana parkiran tersebut merupakan parkiran gabungan dari SMA Tirta Kusuma dan Shori High School.

Sebenarnya masing-masing sekolah memiliki parkiran, namun pihak sekolah memprioritaskan parkiran tersebut untuk murid yang masuk sepuluh besar, anak OSIS, serta MPK. Jika masih ada slot kosong dalam parkiran khusus tersebut, maka ditentukan dengan siapa cepat dia dapat. Namun jika tidak kebagian sama sekali bisa menggunakan parkiran bersama. Katanya sih, agar hubungan kedua sekolah tersebut semakin erat karena bertemu langsung setiap hari walaupun hanya di parkiran.

“Mau sampai kapan ngambeknya?” Tanya Hasta tanpa melihat kearah Kai sedikitpun, ia fokus untuk mencari sebuah tempat untuk memarkirkan mobil.

“Lo sendiri kenapa bisa bangun kesiangan?” Tanya balik Kai, ia bahkan menghiraukan pertanyaan Hasta tadi.

Hasta menghela napas kecil, ia tahu akan seperti ini kejadiannya. “Main game. Maaf, Kai.” Ujarnya dengan memandang wajah Kai. Tatapan mereka bertemu beberapa detik hingga Kai memutuskan terlebih dahulu, ia berpindah tempat duduk ke bagian depan dengan melangkahkan kakinya dengan panjang.

“Tau gitu gue tinggal aja gak sih, dasar Hastai.”

“Terus aja manggil gue begitu,”

“Cocok soalnya sama lo, kelakuannya kayak tai.”

Lihat? Memang Kai suka sekali memplesetkan nama orang dan menjadikan nama baru untuknya. Aneh dan mengesalkan.

Kai melihat jam tangannya, sudah menunjukkan pukul 06.52. “Kita sama sama masuk jam 07.15 kan?” Tanya Kai memastikan.

Hasta mengangguk membenarkan.

“Tapi gimana gue keluarnya? Banyak orang,”

“Lo sih, Ta. Kan gue jadi bingung sendiri.” Lanjut Kai. Hasta sudah hafal sekali tabiat Kai, mengungkit-ungkit masalah yang sudah lewat.

Tanpa banyak bicara, Hasta melepaskan hoodie nya dan memberikannya pada Kai.

Membutuhkan beberapa detik sebelum Kai paham maksud Hasta. Ternyata ia disuruh untuk memakai hoodie tersebut untuk menutupi setengah badannya, agar tidak terlalu kentara jika mereka memakai seragam yang berbeda.

“Lo keluar mobil duluan, nanti gue bakal keluar lima menit setelah lo.” Terang Hasta.

Kali ini Kai hanya menganggukkan kepalanya, menurut lebih baik daripada terus-menerus mengajak berantem Hasta. Jika saja Kai tidak terburu-buru pada waktu, pasti rambut Hasta sudah ia tarik sekuat tenaga sambil mengatakan, “Ini semua salah lo ya! Gue jadi ikutan ribet!” Tapi Kai urungkan, takut-takut mereka semakin telat.

Hoodie yang Hasta gunakan saat ini adalah hoodie yang biasa digunakan olehnya, untungnya hoodie tersebut memiliki tudung, Kai bisa memasukkan seluruh rambutnya ke dalam hoodie sambil berharap tidak ada yang menyadari bahwa itu bukan hoodie miliknya.

Kai keluar mobil dengan sedikit menunduk dan berjalan cepat. Siswa-siswi yang sedang berada di parkiran langsung menoleh ke arah Kai, membuat Kai semakin mempercepat langkah kakinya menjauhi area parkir.

Kai baru bisa bernapas lega saat ia sudah sampai di depan gerbang sekolahnya, langsung saja ia mengibrit ke kelasnya di lantai dua.

Di saat yang bersamaan, Hasta baru keluar dari mobil saat orang-orang sudah mulai meninggalkan parkiran, hanya tersisa beberapa siswa saja yang baru datang.

Hasta berjalan santai dengan langkah panjangnya, kalau Kai melihat cara jalan Hasta, Kai akan mengatakan hal ini, “Enak ya jadi orang tinggi, kalau jalan langkahnya panjang. Jadi gak perlu lari-lari.” Hasta sudah bosan sekali mendengar hal itu, padahal jika dipikir-pikir Kai juga termasuk siswi tinggi. Untuk saat ini tingginya sudah sampai pada telinga Hasta, padahal jarak mereka hanya satu tahun. Ditambah, Hasta termasuk siswa yang memiliki tinggi diatas rata-rata.

Saat sudah mencapai lorong kelasnya, seragam Hasta ditarik oleh seorang siswi yang sudah menunggunya sejak pagi. Ia menggenggam sebuah kotak kecil di tangan nya.

“Hasta, lo harus liat ini. Gue baru beli gelang buat lo. Cocok banget sih sama lo.” Ucap siswi sembari membuka kotak kecil yang ia bawa.

Hasta melihat ada sebuah gelang abu-abu dengan tali kecil, terdapat bandulan berbentuk bulan sabit kecil juga di gelang tersebut. Bukannya menunggu kalimat selanjutnya, Hasta justru langsung meninggalkan siswi tersebut yang hanya diam tak bergeming saat Hasta mengacuhkannya begitu saja. Saat tersadar siswa itu langsung mengejar Hasta, namun dari langkah kaki saja sudah jauh berbeda.

“Ta! Ini gelang buat lo. Kok gak diambil?” Tanya siswi tersebut dengan sedikit berteriak.

“Lo cuma suruh gue buat liat, bukan ambil.” Jawab Hasta acuh.

Hasta terus melangkahkan kakinya ke kelas, ia tak memperdulikan siswi itu berteriak-teriak atau berbuat seperti apa. Dalam hidupnya, siswi-siswi seperti itu tak menarik sama sekali. Hanya Kai saja yang menarik dan spesial. Entah kenapa, Hasta selalu membandingkan semua orang dengan Kai. Lama-lama Hasta menjadikan sikap Kai sebagai tolak ukur untuk membandingkan orang lain. Dinding yang sulit tertembus oleh siapapun kecuali Kai.

Kai akan selalu menarik dimata gue. Batin Hasta. Ia bahkan tidak sadar mengukir senyum tipis pada wajahnya.

“Ada apa ini seorang Hasta senyum gitu? Siapa yang bisa bikin Hasta senyum?” Tanya seseorang yang menghampiri Hasta lalu merangkulnya, sok dekat.

Hasta menepis tangan siswa itu, di sekolah ini ada dua orang yang selalu mengusik ketenangan nya. Astrid Sadina, siswi yang mencoba memberikan gelang tadi dan Arion Madeva Refarza, orang yang merangkulnya juga teman semeja nya selama hampir dua tahun lebih.

“Kita udah dua tahun jadi chairmate loh, Ta. Lo gak ada niatan mau jadi sahabat gue gitu?” Tanya Arion, pertanyaan yang selalu dilontarkan olehnya.

Entah kenapa Arion ingin sekali menjadi sahabat Hasta. Hasta berpikir, Arion kekurangan apa hingga selalu menanyakan hal tersebut di setiap bulannya?

Padahal Arion juga merupakan most wanted di sekolah ini. Ketampanan dan kepintarannya dalam akademik maupun non akademik, terlebih lagi ia merupakan anak dari kepala sekolah Shori High School pasti membuatnya terkenal seantero sekolah.

“Kenapa pertanyaan itu selalu lo ulang-ulang?” Tanya Hasta dingin.

Arion membulatkan matanya, ia terkejut Hasta memperhatikan sampai segitunya. Bahkan Arion sendiri tidak sadar sudah seberapa sering ia menanyakannya.

“Lo beneran perhatiin gue kalau gue tanya begitu?”

Hasta tak menjawab, ia meninggalkan Arion di depan pintu kelas dan segera menaruh tasnya di meja ketiga barisan pojok dekat dengan jendela. Arion langsung menyusul Hasta dan menduduki tempat duduknya.

“Gue pastikan lo akan merasa kalau lo butuh gue sebagai sahabat lo, Ta.” Ucap Arion ambigu.

Tak ada respon dari Hasta, ia malah menatap keluar jendela sambil memikirkan sesuatu. Dalam hidupnya, yang bisa dekat dan mau bertahan walau sifatnya yang terkesan dingin, cuek dan kadang sinis hanya Kai.

Hasta selalu bisa membentengi dirinya pada orang lain dan mengukur sejauh mana mereka dibandingkan dengan Kai, tapi Arion berbeda. Entah kenapa Hasta merasakan Arion tidak bisa dibandingkan dengan Kai. Dan apa maksud dari ucapan Arion tadi? Kenapa diantara semua banyaknya orang yang mau berteman dengan Arion, ia malah selalu berharap bisa menjadi sahabat Hasta?

“Lo gak belok, kan?” Tidak ada angin atau hujan, hanya satu kalimat itu yang terlontar dari mulut Hasta.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi tiga puluh menit yang lalu, namun Kai masih berkutat dengan soal ulangan susulan Bahasa Inggris dihadapannya. Ia sudah selesai namun masih ada beberapa nomor yang kurang yakin.

Gurunya memberikan waktu empat puluh lima menit untuk mengerjakan 20 soal pilihan ganda. Hanya Kai saja yang melakukan ulangan susulan. Itu karena saat mata pelajaran ini memulai ulangan, Kai dipanggil untuk urusan OSIS. Karena dalam kelas Kai hanya dirinya sendiri yang menjadi OSIS, jadi hanya ia yang berada di ruang guru tanpa ada siswa lainnya.

Dari 20 soal, tiga nomor sangat ragu. Kai mengakui kalau ia lemah di pelajaran yang satu ini. Akhirnya ia mengumpulkan lima menit lebih awal, Kai hanya berharap tidak remed sendirian. Prinsipnya, ‘gue gak apa-apa disuruh remed, asal sekelas juga.’ Memang tipe-tipe tidak mau gagal sendiri.

Kai melihat jam di tangannya, menunjukkan pukul tiga lewat sepuluh menit. Hasta baru pulang nanti dua puluh menit lagi. Kai akan menunggu nya di tukang bakso depan sekolah.

“Bu, saya pulang duluan ya.” Pamit Kai pada guru Bahasa Inggrisnya.

“Iya, silakan.” Jawab Bu Rein.

Baru saja Kai berdiri dari tempat duduknya, guru Bahasa Indonesia nya memanggil nama Kai.

“Kai, bukannya kemarin ibu nitip hasil ulangan harian kelas 11 IPA 4 ke kamu, ya?” Tanya Bu Sarah.

Kai menepuk dahinya, ia memang membawanya tadi pagi. Tapi terlupa karena mengambek pada Hasta.

Pasti ketinggalan di mobil. Batin Kai yang sangat yakin.

“Eh ketinggalan di mobil bu.” Jawab Kai menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Ya sudah diambil ya, soalnya ada anak yang sudah nungguin daritadi di kelas.” Jelas Bu Sarah.

Kai mengangguk lalu berpamitan, ia buru-buru pergi meninggalkan ruang guru secepat mungkin. Kai yakin totebag yang berisikan hasil ulangan yang dititipkan padanya tertinggal di kursi tengah mobil, ia lupa membawanya saat berpindah tempat duduk ke depan.

“Mampus kunci mobilnya ada di Hasta.” Desis Kai.

Satu-satunya cara adalah ia mengambil kunci terlebih dahulu di Hasta, mengambil totebag nya baru bisa pulang dengan tenang.

Kai tidak bisa menghubungi Hasta. Saat ini pasti Hasta sedang tidak memegang ponselnya, kalaupun ia sedang memainkan ponsel belum tentu pesan yang Kai kirim akan dibalas cepat. Bisa keesokan harinya baru dibalas, atau bahkan hanya dibaca saja. Menelpon juga bukan pilihan yang tepat karena akan mengganggu kegiatan sekolah Hasta. Kai memutuskan untuk menghampiri saja ke sekolah Hasta, toh dekat.

Kai mulai merasakan kegugupan dalam hatinya. Ini pertama kalinya ia memasuki Shori High School, walaupun dekat Kai tidak pernah mampir kesini.

Kai memasuki gerbang depan dengan aman, sekolah ini sangat sunyi karena hanya anak kelas 12 yang masih berada di sekolah. Mereka pulang satu jam lebih lambat dihari Senin, Rabu dan Jumat karena ada pelajaran tambahan untuk mempersiapkan diri menghadapi USBN atau segala macamnya itu.

Bagaimana Kai bisa tahu informasi seperti itu? Jelas, dari sumber terpercaya alias bunda Hasta sendiri yang membeberkannya.

Bingung, itu satu hal yang Kai rasakan saat ini. Semua pintu kelas ditutup, ia tidak tahu kelas Hasta dimana karena saking banyaknya ruang kelas disini.

“Neng, mau kemana?” Tegur satpam yang berjaga keliling.

Kai sedikit terkejut tapi ia segera berbalik menghadap ke satpam dan menundukkan setengah badannya pada satpam tersebut. “Maaf lancang masuk sekolah ini pak, tapi saya lagi cari kelas Hasta Leviano Aldeon.” Jawab Kai sesopan mungkin, gugup menyerangnya lagi. Ia serasa ketahuan mencuri di ladang orang dan ketahuan oleh pemiliknya.

“Eh gak usah nunduk begitu, saya cuma satpam disini. Kalau mau cari murid yang namanya Hasta…” sang satpam seperti mencari-cari sesuatu. Wajahnya berbinar saat mendapatkan objek yang tepat.

“Nak Arion!” Panggil satpam pada siswa yang baru saja keluar dari lorong toilet, kelihatannya ia baru saja melakukan panggilan alam. Terlihat saat ia sedang merapikan seragamnya.

“Yoi pak, kenapa panggil saya?” Tanya Arion heran menghampiri.

“Ini ada yang cari nak Hasta, setau bapak dia sekelas sama nak Arion, kan?”

“Iya, Hasta di sekolah ini cuma satu pak.”

“Nah, cakep! Ini neng tinggal ikutin anak ini ya, tenang aja dia baik kok.” Ujar satpam mengode pada Kai agar mengikuti Arion.

Kai menganggukkan kepalanya dan mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya. Sebelum pergi Kai sempat mengucapkan sesuatu pada satpam itu.

“Membungkukkan badan untuk menghormati orang yang lebih tua itu berlaku buat semua orang, bukan diliat dari seberapa tinggi jabatannya pak.” Ucap Kai sambil mengulas senyum dan memberikan jempol pada satpam.

Arion dan Kai mulai berjalan menyusuri koridor kelas, menaiki tangga hingga ke lantai tiga. Di sela-sela keheningan, Arion menoleh kearah Kai. Ia sedikit heran.

“Lo ada hubungan apa sama Hasta?” Tanya Arion yang kepo, suatu pemandangan langka ternyata ada siswi yang berani mendekati Hasta secara terang-terangan selain Astrid.

“Urusan lo? Penting banget tanya begitu?”

“Dih, santai aja kali. Gue nanya juga baik-baik.”

“Makanya kalau jadi orang jangan kepoan.”

“Lo ngeselin juga ya,”

Kai tidak menanggapi nya. Tiba-tiba Arion menjentikkan jarinya.

“Oh jangan-jangan ini salah satu modus lo kan? Sok misterius biar gue tanya duluan terus sok-sokan galak biar gue tertarik? Haha, basi tahu gak.” Ejek Arion.

Kai membulatkan matanya, apa apaan orang ini? Pede sekali.

“Kurang-kurangin deh tingkat kepedean lo! Gak jelas.” Sanggah Kai sinis.

Percakapan mereka terhenti ketika mereka sudah sampai di depan kelas 12 MIPA 1, Arion membuka pintu dan memasuki kelas dengan santai. Kai tidak ikut masuk, ia menunggu saja diluar. Arion pun peka jika ia harus memberi tahu kepada guru yang sedang mengawasi kelasnya. Arion membisikkan sesuatu pada guru nya, guru tersebut terlihat sedikit terkejut mendengar ucapan Arion.

Gurunya berdehem sebentar, lalu ia berdiri. “Hasta, ada orang yang mau menemui kamu.” Ucap guru tersebut.

Hasta yang awalnya hanya berfokus pada pola-pola di kertas coret-coretannya langsung memperhatikan gurunya, ia mengangguk tanpa banyak bicara.

Gurunya memberi kode untuk mengeceknya sendiri diluar kelas. Teman-teman Hasta penasaran, tapi mereka tak berani kepo karena guru yang mengawas itu termasuk dari jejeran guru killer.

Hasta sedikit terkejut, ia melihat Kai berada di sekolahnya. Hasta menaikkan sebelah alisnya, menandakan ia penasaran alasan mengapa Kai ada di sini.

“Gue lupa totebag di mobil, mau gue ambil. Tapi kunci mobil kan ada di lo.” Terang Kai.

Hasta menganggukkan kepalanya, ia memasuki kembali kelasnya untuk mengambil kunci mobil dan meminta izin untuk keluar sebentar.

“Lo gak perlu sampai minta izin begitu, kan?” Tanya Kai.

“Gue bosen.” Jawab Hasta singkat.

“Oke lah, terserah lo aja.”

Hasta dan Kai mulai berjalan beriringan sampai di perempatan tangga, tapi ternyata Arion ternyata menyusul mereka.

“Wah, lo berdua hutang ramen ya, kalau gak ada gue cewek lo kesasar, Ta.” Seru Arion dan dibalas tatapan sengit dari Hasta.

“Gue bukan cewek Hasta, inget itu.” Tegas Kai.

Arion memutar bola matanya malas, “Whatever kalian nyanggah, bagi gue yang melihat pemandangan ini adalah dimana gue percaya Hasta normal.”

Kai dan Arion terus beradu argumen sedangkan Hasta menjadi saksi bisu saja, mereka saling mengata-ngatai satu sama lain.

Hingga di tiga tangga terakhir, Arion meledek Kai sampai membuat Kai berbalik badan dan mengacungkan jari tengahnya kearah Arion yang ada di belakang Kai dan Hasta.

Tak disangka-sangka, sebelum Kai sempat untuk berbalik badan kembali, ada tiga orang yang berlari kencang dari atas, satu orang diantara mereka berlari seperti dikejar oleh dua orang lainnya.

Satu orang yang berlari paling depan menyenggol lengan Arion dan karena saking cepatnya ia berlari hingga tak sadar ia menabrak Kai. Kai jatuh dari anak tangga kedua dari bawah dengan posisi sikunya terlebih dahulu menyentuh lantai. Saat itu juga Hasta dengan sigap membantu Kai berdiri dan mengecek sikunya yang tertutup hoodie miliknya, Hasta yakin sikunya lecet walau tidak terlihat. Kai meringis sebentar.

“Kebiasaan lo abis ngatain orang ya apes.” Ucap Hasta dengan raut datarnya, benar-benar mengesalkan!.

Kai mendengus, ia mau membalas ucapan Hasta tapi ia teringat pada siswa yang menabraknya tadi. Mereka berdua sama-sama jatuh. Tapi siswa itu lebih baik keadaannya karena tak terluka.

“Lo gak apa-apa?” Tanya Kai pada siswa tersebut.

Siswa tersebut terlihat takut, ia baru saja dikejar-kejar oleh teman-teman yang menjahilinya lalu menabrak seorang perempuan hingga lecet, dan yang paling gawat dihadapannya ada dua orang terkenal seantero sekolah menyaksikan hal ini.

“G-gue.. minta maaf.” Ucap siswa itu gelagapan.

Kai menganggukkan kepalanya tapi ia merasa ada yang kurang. Ah, ternyata siswa ini saat menabraknya memakai kacamata. Tapi sekarang kacamatanya terpental. Kai mengambil kacamata siswa tersebut yang berada tak terlalu jauh dari tempat siswa itu berada. Kacamata nya patah.

“Gue yang minta maaf, ini kacamata lo patah gara-gara gue.” Ujar Kai.

Sontak siswa tersebut menggeleng cepat, “Gak apa-apa, bukan salah lo.”

Kai tersenyum tipis, ia terlihat mengutak atik aplikasi ponselnya. Tiba-tiba Kai menyodorkan ponselnya pada siswa itu, ponselnya sudah menampilkan pencarian instagram.

“Kasih gue username ig lo, akan gue ganti. Gue gak suka merasa bersalah dan punya hutang sama orang.” Papar Kai.

Siswa tersebut dengan ragu mengambil ponsel Kai dan mengetikkan username ig nya. Hasta hanya menatap interaksi di depannya sedangkan Arion menarik seragam belakang dua siswa yang mengejar-ngejar siswa itu. Arion bahkan hanya diam saat melihat kejadian dihadapannya kini. Bagi Arion, ini adalah momen langka yang tidak boleh terlewat.

Ketika siswa itu sudah selesai mencari akun ig nya, ia mengembalikan ponsel Kai. Kai mengerutkan dahinya.

“Akun lo @alvrenio? Nama panggilan lo?” Tanya Kai.

“Nio. Cukup Nio aja.” Jawabnya.

Kai mengacungkan jempolnya pada Nio, “Nanti DM gue dibales ya. Jangan sungkan.”

Nio mengangguk ragu, ia tak percaya kejadiannya berakhir seperti ini. Ia kira ia akan dimarahi dan diejek habis-habisan, ternyata perkiraannya salah.

“Jangan lupakan dua curut ini, mereka berdua anak kelas sebelas yang masih berkeliaran di sekolah jam segini. Dan mereka juga pasti yang ngejar-ngejar Nio.” Tukas Arion sambil memperlihatkan dua anak yang sudah bermuka masam.

“Kalau gitu biar gue yang urus ini, kalian berdua lanjut jalan ke parkiran aja.” Tambah Arion.

Kai mengucapkan permohonan maafnya kepada Nio sekali lagi dan berterima kasih pada Arion.

Mau semenyebalkan apapun Arion, basic manner untuk mengucap tolong, maaf dan terima kasih tidak boleh lupa. Akhirnya Kai dan Hasta berjalan kembali menuju parkiran, biarkan Arion mengurus ending drama kejar-kejaran ala film India itu.

Kai melepaskan hoodie Hasta yang ia pakai sejak pulang sekolah tadi, ia meringis melihat sikunya yang mulai membiru. Hal itupun tak luput dari penglihatan Hasta.

“Ada P3K di mobil lo, gak?” Tanya Hasta.

“Ya elah, gini doang mah gak perlu pake begituan ah. Lebay banget deh.”

Hoodie Hasta tak lagi Kai pakai, ia hanya menyampirkan di pundaknya. Ceritanya ala-ala hiasan gitu. Kai dengan cepat mengambil totebag yang ada di kursi tengah, ia hendak memberikannya pada anak kelas 11 IPA 4 yang telah menunggunya.

“Makasih ya, Ta. Gue balik ke sekolah dulu buat ngasihin ini,” Kai mengangkat totebagnya. “Bentar lagi lo juga pulang kan? Tunggu disini aja ya.” Lanjutnya.

Hasta hanya mengangguk, mereka berpisah arah. Hasta kembali untuk melanjutkan pelajaran tambahannya yang sebentar lagi selesai dan Kai kembali ke sekolah untuk mengantarkan titipan guru Bahasa Indonesia nya.

Setelah totebag berhasil Kai ambil, ia melihat beberapa guru hendak mengambil motor diparkiran. Memang sudah lama bel pulang berbunyi, tapi pasti ada saja guru yang baru pulang saat sore hari. Tujuan Kai adalah kelas 11 IPA 4, dimana kelas tersebut ada di lantai tiga.

Capek banget gue naik turun tangga terus. Keluh nya dalam batin.

Kai tidak tahu siapa yang menunggunya di kelas tersebut, entah ia dekat atau tidak dengan orang tersebut. Kai menaiki tangga dengan perlahan, ia teringat kembali pada kejadian jatuh ditangga tadi. Memalukan sekali jatuh di sekolah orang lain, untung saja sedang sepi.

Sakitnya memang tidak seberapa, tapi untuk pengalaman memasuki sekolah lain untuk pertama kalinya dan terjatuh di tangga sih lebih terbayang malunya. Beruntungnya saat kejadian itu, Kai memakai hoodie milik Hasta, kalau tidak, mungkin akan jauh lebih sakit. Kai tidak bisa membayangkan hal itu terjadi, ngilu sekali.

Hoodie ini menyelamatkan gue hari ini, tapi ini juga bikin teman gue curiga!

Apa kalian punya teman yang memiliki sifat yang sangat peka? Kalau Kai sendiri, sudah pasti punya. Saat Kai tiba dikelas, ia memang sedikit mendapat pertanyaan mengapa ia datang siang. Tapi ada satu teman dekatnya curiga pada hoodie yang dipakai Kai. Faida Salma Kharunna namanya.

“Kai, sekarang parfum lo ganti? Tumben wangi nya beda.”

“Ini hoodie abang gue, emang beda banget ya wanginya sama yang biasa gue pakai?”

“Beda lah, lagian ini keliatan lebih oversize dibanding yang biasa lo pakai.”

“Ya namanya juga punya abang gue.”

Begitu lah kira-kira percakapan Kai dengan Unna. Sungguh merepotkan jika Kai tidak bisa menjawab pertanyaan Unna tadi. Pasti Unna akan bertanya, apakah ia sudah memilki crush atau bahkan pacar. Fyi, Kai memang memiliki banyak teman namun yang benar-benar dekat hanya Unna saja.

Faida Salma Kharunna, ia kadang suka dipanggil Unna. Unna merupakan chairmate Kai semenjak kelas 10 hingga sekarang. Tidak ada yang patut dibicarakan tentang Unna kecuali tingkat playgirl nya. Tapi sekarang kelihatannya sih Unna sudah tobat, soalnya pawangnya juga mantan playboy. Cerita mereka tidak jelas asal-usulnya, tiba-tiba ada kabar jadian saja.

Cukup perkenalan dengan Unna, kita akan kembali dengan Kai saja.

Angin sore berhembus pelan menggerakkan beberapa daun-daun pada tangkai pohon sehingga menimbulkan suara gesekan yang merdu ditengah-tengah keheningan yang tercipta pada lorong kelas di lantai tiga. Kai akhirnya sampai di depan kelas 11 IPA 4. Sejujurnya Kai sedikit takut datang ke lantai atas tanpa ditemani siapapun, melihat lorong-lorong dengan menaiki anak tangga membuat atmosfir sedikit berbeda diatas sini.

Ini hidup gue bisa bergenre roman aja gak sih? Gak usah pake unsur horor horor segala. Batin Kai.

Apa gue pulang aja ya? Tapi nanti gue dimarahin Bu Sarah kalau gak ngasihin titipannya.

Gue lari terus langsung masukin ke lemari kelasnya aja kali ya? Tapi gue takut.

Lagian anak yang nungguin di mana sih? Kok kayaknya tenang-tenang aja. Apa orangnya udah pulang?

Eh ini yang nungguin gue orang kan ya?

Kai menggelengkan kepalanya dengan kuat, ia tidak mau berpikiran macam-macam. Kai menarik napas dalam-dalam, dengan perlahan ia membuka kenop pintu dan melongok ke dalam kelas. Sepi!

“Anjir lah gak ada orang. Ya udah gue taro aja di lemari. Sayang-sayangin niat gue aja yang udah berani dateng kesini.” Gumam Kai.

Kai melangkahkan kaki masuk, pintu kelas ia buka lebar-lebar. Dengan gerakan kilat Kai membuka dan menaruh dengan cepat totebag yang ia bawa ke dalam lemari, Kai bahkan enggan untuk menengok ke arah bangku bangku kelas yang terlihat gelap karena cahaya sore tidak menerangi kelas ini.

Tap…tap…tap…

Disaat-saat seperti ini kaki Kai rasanya terpaku dan menyatu dengan lantai. Suara langkah kaki mendekatinya dengan perlahan. Detak jantung Kai semakin berpacu dengan cepat saat sesuatu yang dingin menyentuh kulit lengan kanannya.

Gue harus apa ini? Setan dingin kan ya? Sialan gue takut banget.

Gue lari aja kali ya? Setan bisa ditembus kan ya kalau gue terobos?

Apa gue teriak terus pingsan ya? Tapi hari ini Jumat. Nanti gue baru ditemuin Senin gimana dong?

Kalau gue pingsan sekarang eh taunya gue kebangun malem-malem terus setan nya lagi ritual sama temen-temen nya gimana? Mampus mampus!

Kai terlalu banyak berpikir hingga ia tersadar dengan siulan dari belakang telinga nya. Kai melotot, jantungnya serasa ingin keluar dari mulutnya.

“Ho-…”

“ANJWING SWETANNN NYA NGOMONG!!!”

Kai menutup matanya dan berbalik, tangannya dengan refleks memukul ke arah depan. Harap-harap setan di depannya sekarang kesakitan dan Kai memiliki waktu untuk kabur.

Bugh…

Kai mengernyit heran, kok setan nya bisa kesentuh sama gue?. Batin nya. Kai membuka matanya dan melihat apa yang ada di depannya sekarang.

“Brengsek lo, Kai! Sakit monyet!!!” Aduhnya memegangi pinggangnya yang terkena pukulan Kai.

“JUAN?!!!”

Add a comment

Related posts:

What is Cyber Security to you?

Security will forever remain a phenomenon of an incredibly complex nature. The convergence of variables will always, in any case, ensure that unsolved problems remain. Therefore, it is also true that…